Rabu, 02 September 2009

EFEK AMFETAMIN TERHADAP SPERMATOGENESIS MENCIT (Mus musculus) GALUR A/J

EFEK AMFETAMIN TERHADAP SPERMATOGENESIS
MENCIT (Mus musculus) GALUR A/J

Fitriyah Andriawati*)

Pembimbing (I) Dra. Umie Lestari, M. Si; (II) Dra. Titi Judani, M. Kes

Kata kunci: amfetamin, spermatogenesis, mencit
Abstrak
Amfetamin dengan dosis 5,6 mg/kg bb; 4,9 mg/kg bb; 4,2 mg/kg bb dan 0 mg/kg bb disuntikkan secara sub kutan pada bagian tengkuk mencit (Mus musculus) galur A/J, setiap dua hari sekali selama 36 hari. Pembuatan suspensi spermatozoa dilakukan dengan mencacah epididimis dalam larutan garam seimbang untuk mendapatkan data berupa jumlah spermatozoa dan persentase spermatozoa abnormal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis amfetamin yang yang dipergunakan pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa. Tetapi dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dosis amfetamin yang dipergunakan berpengaruh terhadap peningkatan persentase spermatozoa abnormal.

Abstract
Amphetamine with dosage 5,6 mg/kg; 4,9 mg/kg; 4,2 mg/kg and 0 mg/kg were given sub-cutan injection on mice (Mus musculus) A/J strain, once ad two days as long as 36 days. Spermatozoa solution were get by chop to pieces epididymis on salt solution was done to get the number of spermatozoa and the percentage of spermatozoa abnormal. The result of these experiment showed that dosage of amphetamine that used in these experiment give no effect to the number of spermatozoa. But from these experiment showed that amphetamine treatment increase the percentage of spermatozoa abnormal.

Key words: amphetamine, spermatogenesis, mice

Pendahuluan
Psikotropika adalah kelompok obat-obatan yang dapat merangsang sistem saraf pusat dan mempengaruhi kondisi psikologis dari pemakainya serta dapat menimbulkan ketergantungan. Obat-obatan yang tergolong psikotropika diantaranya adalah amfetamin, ekstasi atau 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA), shabu-shabu, putau, yang mudah didapat secara ilegal dengan harga terjangkau oleh masyarakat luas, sehingga dimungkinkan terjadi penyalahgunaan pemakaian obat tersebut.
Pemakaian obat psikotropika dalam jangka waktu pendek seakan memberikan efek yang menguntungkan kepada pemakainya, misalnya peningkatan kewaspadaan, bertambahnya inisiatif, keyakinan diri, daya konsentrasi, peningkatan aktifitas motorik (Tanu, 1995) dan juga euforia (Kee, 1996). Penggunaan obat dalam jangka panjang dapat mengakibatkan sindroma psikologi dan fisik, insomnia, hipertensi, palpitasi jantung, anoreksia (Kee, 1996), tremor dan paling fatal pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan kematian. Selain itu juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas (Speroff, 1994 dalam Hayati, 1999).
Penggunaan amfetamin dapat merangsang sistem saraf pusat (SSP), secara sentral dapat menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme dopamin (Katzung, 1996 dalam Hayati, 1999), yang menimbulkan inhibitor sekresi gonadotropin yaitu FSH dan LH. Pada hewan jantan, jaringan target dari FSH dan LH adalah testis terutama sel Leydig dan sel Sertoli. Akibat peranan LH, sel Leydig mampu memproduksi testosteron yang berpengaruh terhadap spermatogenesis. Apabila ada gangguan terhadap sekresi testosteron maka akan terjadi gangguan terhadap spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus.
Penelitian terdahulu tentang efek amfetamin terhadap spermatogenesis tikus menunjukkan bahwa secara histologi, jumlah dan ukuran sel-sel spermatogenik menurun dibandingkan yang normal (Hayati, 1999). Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu diteliti tentang efek amfetamin terhadap spermtogenesis dengan indikator yang lain, yaitu jumlah spermatozoa dan peningkatan persentase jumlah spermatozoa abnormal mencit ( Mus musculus) galur A/J.
Penelitian mengenai efek amfetamin terhadap spermatogenesis mencit (Mus musculus) galur A/J bertujuan untuk: mengetahui pengaruh amfetamin terhadap jumlah spermatozoa mencit (Mus musculus) galur A/J, mengetahui pengaruh amfetamin terhadap peningkatan persentase jumlah spermatozoa abnormal mencit (Mus musculus) galur A/J.
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh amfetamin terhadap spermatogenesis mencit (Mus musculus) galur A/J. Rancangan penelitian yang digunakan untuk pengelompokkan dan pemberian perlakuan terhadap hewan uji adalah RAK (Steel & Torrie, 1981).
Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan pemeliharaan anakan. Setelah dewasa dipilih mencit yang berumur 10-12 minggu dengan berat badan 19-23 gram, sebanyak 24 ekor. Setiap anakan dipelihara dalam kandang berupa mika plastik berukuran 29 cm X 11 cm X 12 cm, tutup kandang terbuat dari besi. Untuk pemeliharaan, kandang diberi sekam dan ditempatkan dalam ruangan bersuhu ± 26,50 C, tiap anakan diberi makan pelet susu A dan air minum (air ledeng) secara ad libitum. Penimbangan berat badan dengan menggunakan timbangan meja O HAUSS dilakukan setiap dua hari sekali.
Dosis amfetamin yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dosis efektif dalam penelitian Hayati (2001), yaitu 4 mg/kg bb. Selanjutnya dilakukan konversi dosis untuk mencit berdasarkan tabel konversi dari Tekhnik Farmakodinami dan Keamanan Obat (Anonimusa, 1986) dengan faktor konversi sebesar 0,14. Dosis amfetamin yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 5,6 mg/kg bb; 4,9 mg/kg bb; 4,2 mg/kg bb; 0 mg/kg bb. Hewan coba dikelompokkan dalam empat kelompok. Masing-masing kelompok diberi amfetamin dengan dosis 0 mg/kg bb, 4,2 mg/kg bb, 4,9 mg/kg bb, dan 5,6 mg/kg bb selama 36 hari dengan waktu pemberian dua hari sekali. Larutan amfetamin diberikan dengan menggunakan syringe 1 ml sebanyak 0,5 ml yang disuntikkan di bagian tengkuk secara sub kutan.
Selanjutnya mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, dengan menggunakan alat bedah epididimis kauda diambil kemudian dimasukkan ke dalam cairan fisiologis NaCl 0,9% dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Selanjutnya epididimis kauda dicacah dengan menggunakan silet di dalam larutan HBSS (Freshny, 1987) sebanyak 10 ml sampai terbentuk suspensi (Syamrizal, 1995). Diambil 1 ml suspensi dan diencerkan sampai mencapai volume 10 ml, kemudian diambil dari suspensi hasil pengenceran sampai skala 0,5 dengan menggunakan pipet hemositometer Improved Neubauer untuk sel darah merah dan meneteskan pada kaca benda Improved Neubauer kemudian diamati dan dihitung.
Pengamatan dan penghitungan dilakukan dengan mikroskop cahaya perbesaran 10 x 40. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan hand counter, dan diulangi sebanyak tiga kali untuk masing-masing suspensi spermatozoa dari setiap epididimis kauda. Cara penghitungan jumlah spermatozoa berdasarkan prosedur WHO (1998) dalam Syamrizal (1995). Dalam pengamatan morfologi spermatozoa diambil suspensi spermatozoa hasil pengenceran kemudian diwarnai terlebih dahulu dengan Eosin-Nigrosin (modifikasi cara Bloom dalam WHO, 1988 dalam Syamrizal, 1995. Cara penghitungan jumlah spermatozoa dilakukan dengan menghitung jumlah spermatozoa secara keseluruhan termasuk juga menghitung jumlah spermatozoa abnormal.
Analisis Data Penelitian
Data yang meliputi jumlah spermatozoa, berat epididimis dan persentase spermatozoa yang abnormal diuji dengan Analisis Varians (ANAVA) satu jalur dan apabila dari hasil perhitungan menunjukkan hasil yang signifikan, maka selanjutnya digunakan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Zar, 1984).
Hasil Penelitian
Hasil penelitian tentang Efek Amfetamin Terhadap Spermatogenesis Mencit (Mus musculus A/J) meliputi jumlah spermatozoa, berat epididimis dan persentase spermatozoa abnormal, akan dibahas berikut ini.
1. Jumlah Spermatozoa
Hasil rerata perhitungan jumlah spermatozoa disajikan dalam tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Rerata Perhitungan Jumlah Spermatozoa
Dosis ( mg/kg bb) Jumlah Spermatozoa ( juta/ml)
0 9.6389
4.2 9.3
4.9 9.1056
5.6 10.35003
Setelah dianalisis dengan ANAVA diperoleh nilai F hitung < F tabel 0.05 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh pemberian amfetamin dalam berbagai dosis terhadap jumlah spermatozoa mencit.
2. Berat Epididimis
Hasil rerata perhitungan berat epididimis disajikan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Rerata Perhitungan Berat Epididimis
Dosis ( mg/kg bb) Berat Epididimis (gram)
0 0.014333
4.2 0.014725
4.9 0.015475
5.6 0.015117
Setelah dianalisis dengan ANAVA diperoleh nilai F hitung < F tabel0,05 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh pemberian amfetamin dalam berbagai dosis terhadap berat epididimis mencit.
3. Persentase Spermatozoa Abnormal
Data tentang persentase spermatozoa abnormal diperoleh berdasarkan metode perhitungan sperma yang ditetapkan oleh WHO (1998) dalam Syamrizal (1995). Berikut ini adalah rerata persentase spermatozoa abnormal yang disajikan dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3. Rerata Persentase Spermatozoa Abnormal
Dosis ( mg/kg bb) Spermatozoa Abnormal (%)
0
81.7165a
4.2 90.66633b
4.9 93.539b
5.6 96.034b
Berdasarkan hasil analisis varians terhadap persentase jumlah spermatozoa abnormal menunjukkan bahwa F hitung > F tabel0.05 berarti ada pengaruh pemberian amfetamin terhadap peningkatan persentase jumlah spermatozoa abnormal. Dengan demikian dapat dilakukan uji lanjut BNT untuk mengetahui kelompok perlakuan manakah yang mulai memberikan pengaruh terhadap peningkatan persentase jumlah spermatozoa abnormal.
Dari hasil uji lanjut BNT diketahui bahwa pada dosis amfetamin 4,2 mg/kg bb telah memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan persentase jumlah spermatozoa abnormal bila dibandingkan dengan kontrol. Begitupun dengan dosis-dosis yang lainnya juga menunjukkan pengaruh yang nyata. Namun dari hasil uji BNT juga diketahui bahwa tidak ada perbedaan pengaruh besarnya dosis amfetamin yang diberikan terhadap peningkatan persentase jumlah spermatozoa abnormal. Hal ini ditunjukkan dengan notasi BNT yang sama baik pada mencit yang disuntik dengan amfetamin dosis 4,2 mg/kg bb; 4,9 mg/kg bb maupun dosis 5,6 mg/kg bb.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa dengan pemberian amfetamin dalam berbagai dosis ternyata tidak berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa. Jumlah spermatozoa yang dihasilkan oleh mencit yang disuntik dengan amfetamin tidak berbeda nyata dengan jumlah spermatozoa yang dihasilkan oleh mencit dari kelompok kontrol. Namun demikian pemberian amfetamin dalam berbagai dosis ternyata dapat meningkatkan persentase jumlah spermatozoa abnormal.
Amfetamin diketahui memiliki kemiripan struktur dengan dopamin yaitu pada gugus amina dan pada C-β (Tanu, 1995). Dopamin merupakan senyawa peptida yang dihasilkan oleh neuron-neuron TIDA yang terletak di nukleus arkuata dan berfungsi mengatur sekresi GnRH yang juga dihasilkan di hipotalamus (Lestari, 2002). Dengan kemiripan tersebut amfetamin dapat berasosiasi dengan GnRH sehingga berakibat pada menurunnya konsentrasi GnRH bebas dan berakibat pula pada menurunnya konsentrasi FSH dan LH (Handly, 2002). Seperti diketahui bahwa LH berpengaruh terhadap sel Leydig dalam memproduksi testosteron, sedangkan testosteron sendiri berperan dalam spermatogenesis.
Dari hasil penelitian diperoleh jumlah spermatozoa tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol hal ini diperkuat oleh data tentang berat epididimis kelompok perlakuan yang tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Ini dimungkinkan penurunan konsentrasi FSH yang terjadi sebagai akibat tidak langsung dari amfetamin kurang berpengaruh terhadap proliferasi spermatogonia yang terjadi pada awal spermatogenesis. Seperti diketahui FSH berpengaruh terhadap proliferasi spermatogonia (Zhang, 2003), demikian pula berfungsi untuk pertumbuhan sel germinatif (Gofur, 2002). Dengan demikian dimungkinkan amfetamin yang diberikan dengan berbagai dosis tidak sampai mengganggu aktivitas FSH pada tahap inisiasi spermatogenesis, ditunjukkan dengan jumlah spermatozoa yang tidak berbeda dengan kontrol.
Peningkatan prosentase spermatozoa abnormal yang diperoleh dari penelitian ini mungkin disebabkan karena penurunan konsentrasi FSH mengganggu kelangsungan meiosis yang dialami oleh spermatosit primer. Seperti diketahui FSH berpengaruh terhadap pembelahan meiosis (Zhang, 2003). Pada pembelahan meiosis ini, yaitu pada stadia pakiten profase I, dimana pada stadia ini berlangsung proses pindah silang (“Crossing over”) yang rentan terhadap faktor luar. Menurut Johnson & Everitt (1988) spermatosit primer pada stadia ini mudah sekali mengalami kerusakan, sehingga peluang terjadinya abnormalitas pada susunan kromosom spermatosit primer karena pengaruh faktor hormonal seperti penurunan FSH sangat besar sekali.
Selain itu, juga dimungkinkan karena penurunan konsentarsi LH berpengaruh terhadap sel Leydig sehingga produksi testosteron menurun. Mekanisme penurunan testosteron disebabkan terganggunya aktivitas adenil siklase karena kecilnya konsentrasi LH. Gangguan ini mengakibatkan cAMP menurun dan diikuti menurunnya fosforilasi protein intraseluler, sehingga perubahan pregnenolone menjadi testoteron terganggu dan berakibat menurunnya testosteron. Seperti diketahui testosteron sangat diperlukan selama tahap transformasi/spermiogenesis (Zhang, 2003). Kalau testosteron itu menurun mengakibatkan spermiogenesis terganggu sehingga akan menghasilkan morfologi spermatozoa yang kurang normal.
Di samping itu testosteron juga berpengaruh terhadap maturasi spermatozoa di epididimis (Handayani, 2001). Jika terjadi penurunan testosteron maka sel epididimis akan mengalami regresi fungsi dan struktur. Regresi fungsi yang terjadi pada sel epididimis dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas sekunder pada spermatozoa, hal ini terjadi karena gangguan terhadap sekresi yang dihasilkan oleh sel epididimis yang dibutuhkan untuk perubahan morfologi akrosom (Johnson & Everitt, 1988). Gangguan pada maturasi spermatozoa mengakibatkan abnormalitas spermatozoa.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis adalah sebagai berikut:Tidak ada pengaruh amfetamin terhadap jumlah spermatozoa yang dihasilkan pada mencit (Mus musculus) galur A/J, Amfetamin berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan persentase jumlah spermatozoa abnormal pada mencit (Mus musculus) A/J.
Saran-saran yang dapat dikemukakan oleh penulis bagi semua pengguna hasil penelitian ini dan yang sejenisnya adalah: Perlu dilakukan penelitian yang sejenis terhadap mamalia yang lebih tinggi tingkatannya untuk mengetahui apakah amfetamin yang diberikan juga dapat menimbulkan pengaruh yang sama,Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang kadar FSH dan LH dalam darah akibat amfetamin.
Daftar Rujukan
Albert, M. dan Roussel, C. 1983. Change From Puberty to Adulthoodin The Concentration, Motility and Morphology of Mouse Epididymal Spermatozoa. International Journal of Andrology, 6 (1983): 446-460. [Full text].

Anonimusa, 1986. Tekhnik Farmakodinami dan Keamanan Obat. Bandung: ITB.

Anonimusb, 1991. Facts about Amphetamines. (http:// www.arf.org/isd/pim/amph. html). [Full text].

Anonimusc, 1999. Jenis dan Efek. (http://www.Anti.or). [Full text].

Behre, Herman M. & Bergmann, Martin. 2003. Primary Testicular Failure. (http://www.endotext.com, diakses 9-09-2004). [Full Text].

Freshny, R. I. 1987. Culture of Animal Cells, A Manual of Basic Technique, 2nd ed. New York: Alan R. Liss, Inc.

Gardner, Eldon John. 1991. Principles of Genetics. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Gofur, Abdul. 2002. Spermatogenesis. Malang: Biologi_UM.

Handayani, Nursasi. 2001. Fisiologi Reproduksi: Fungsi Testis dan Fertilisasi. Malang: Biologi_UM.

Handly, N. 2002. Toxicity Amphetamine. (http://www.emedicine.com.). [Full text].

Hardjopranoto, S. 1995. Ilmu kemajiran Pada Ternak. Surabaya: AUP.

Hayati, A. 2001. Efek Amfetamin Terhadap Ultrastruktur Sel Spermatogenik Tikus. Seminar PBI Cabang Jatim.

Johnson, Martin & Everitt, Barry. 1988. Essential Reproduction. London: Blackwell Scientific Publications.

Kee, Joyce L. & Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lestari, Umie. 2002. Fisiologi Reproduksi I. Malang: IMSTEP_JICA Biologi UM.

Nalbandov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Jakarta: UI Press.

Roberts, Debra. 1996. Designer Drugs. (http://www.camh.net) [Full text].

Rugh, R. 1968. The Mouse: Its Reproduction & Development. USA: Burgess Publishing. Co.

Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1981. Principles and Procedures of Statistics, a Biometrical Approach. Singapore: Mc. Graw Hill book. Co.

Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Syamrizal. 1995. Pengaruh Asam Metoksilat Terhadap Organ Reproduksi dan Fertilitas Mencit Albino Swiss Webster Jantan. Skripsi tidak diterbitkan, Bandung: ITB.

Tanu, Ian. 1987. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru, Bagian FK UI.

Toelihere, M. 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: ITB.

Yatim, Wildan. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Penerbit Tarsito.

Zaar, H. J. 1984. Biostastical Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Zhang, Fu-Ping; Pakarainen, Tomi; Poutanen, Matti; Toppari, Jorma; & Huhtaniemi, Ilpo. 2003. The Low Gonadotropin-Independent Constitutive Production of Testicular Testosterone is Sufficient to Maintain Spermatogenesis. PNAS. November 11, 2003. Vol. 100. No. 23. 13692-13697. (http://www.pnas.org/cgi/content/full/100/2313692, diakses 19-09-2004). [Full text].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar